Profil Desa Condong

Ketahui informasi secara rinci Desa Condong mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.

Desa Condong

Tentang Kami

Profil Desa Condong, Kertanegara. Berada di lanskap perbukitan curam, desa ini menyeimbangkan potensi ekonomi dari sektor kehutanan dan pertanian lereng dengan upaya mitigasi proaktif terhadap bencana tanah longsor melalui program Desa Tangguh Bencana (De

  • Topografi Curam dan Risiko Bencana

    Sebagian besar wilayahnya terdiri dari perbukitan dengan kemiringan tinggi, menjadikannya salah satu desa dengan tingkat kerawanan bencana tanah longsor tertinggi di wilayahnya, yang menjadi tantangan utama bagi warganya.

  • Ekonomi Berbasis Hutan dan Perkebunan

    Perekonomian warga sangat bergantung pada hasil hutan, seperti kayu dan bambu, serta sistem pertanian agroforestri di lahan miring yang menghasilkan komoditas tanaman keras.

  • Model Desa Tangguh Bencana (Destana)

    Menjadi fokus utama program pemerintah desa dan masyarakat dalam mitigasi risiko, melalui penerapan sistem peringatan dini, edukasi kesiapsiagaan, dan pembentukan tim relawan lokal.

Pasang Disini

Nama "Condong" yang berarti miring atau lereng, bukanlah sekadar sebutan, melainkan sebuah deskripsi akurat yang merangkum realitas kehidupan di Desa Condong, Kecamatan Kertanegara. Terletak di atas lanskap perbukitan yang curam, desa ini merupakan sebuah arena di mana manusia hidup dalam simbiosis yang dinamis dengan alam. Di satu sisi, lereng-lereng ini menyediakan sumber penghidupan yang subur dari hasil hutan dan perkebunan. Di sisi lain, ia menyimpan ancaman konstan berupa bencana tanah longsor.

Namun kisah Desa Condong bukanlah melulu tentang ketakutan dan kerawanan. Ini ialah narasi tentang resiliensi, adaptasi dan inovasi sosial. Menghadapi tantangan alam yang nyata, masyarakat dan pemerintah desa tidak pasrah, melainkan secara proaktif membangun sebuah sistem ketangguhan. Melalui program Desa Tangguh Bencana (Destana), Desa Condong mengubah statusnya dari sekadar daerah rawan menjadi sebuah percontohan dalam mitigasi berbasis komunitas, membuktikan bahwa kehidupan dapat berjalan harmonis di tengah ketidakpastian alam.

Geografi dan Demografi di Lanskap yang Curam

Secara geografis, Desa Condong merupakan salah satu desa terluas di Kecamatan Kertanegara, dengan total luas wilayah mencapai 548,16 hektar. Namun, sebagian besar dari luas tersebut merupakan kawasan perbukitan dengan kemiringan lereng yang signifikan, hutan, dan perkebunan.

Kondisi topografi ini sangat memengaruhi pola demografi dan permukiman. Jumlah penduduk Desa Condong tercatat sebanyak 3.855 jiwa, yang terdiri dari 1.950 penduduk laki-laki dan 1.905 penduduk perempuan. Dengan wilayah yang luas, tingkat kepadatan penduduknya tergolong rendah untuk ukuran Purbalingga, yakni sekitar 703 jiwa per kilometer persegi. Pola permukiman penduduk cenderung mengelompok di area-area yang dianggap lebih aman dan relatif datar, sementara sebagian besar lahan lainnya dimanfaatkan sebagai area produktif kehutanan dan pertanian.

Adapun batas-batas administratif Desa Condong adalah sebagai berikut:

  • Sebelah Utara
    Berbatasan dengan Desa Karangpucung
  • Sebelah Timur
    Berbatasan dengan Desa Kertanegara
  • Sebelah Selatan
    Berbatasan dengan wilayah Kecamatan Rembang
  • Sebelah Barat
    Berbatasan dengan wilayah Kecamatan Rembang

Desa Condong menggunakan kode pos 53351 dengan kode wilayah administrasi dari Kemendagri 33.03.18.2007. Pemandangan desa didominasi oleh punggungan dan lembah hijau, sebuah keindahan yang menyimpan tantangan tersendiri.

Ekonomi yang Tumbuh dari Hutan dan Lereng

Struktur ekonomi Desa Condong sepenuhnya merupakan adaptasi terhadap kondisi geografisnya. Keterbatasan lahan datar untuk persawahan membuat warga memaksimalkan potensi dari lahan miring melalui dua pilar utama.

1. Hasil Hutan sebagai Aset Jangka Panjang Sektor kehutanan, baik hutan rakyat maupun hutan negara yang dikelola bersama masyarakat, menjadi tulang punggung ekonomi. Komoditas kayu seperti sengon (albasia) dan mahoni menjadi investasi utama bagi banyak keluarga. Selain kayu, hasil hutan bukan kayu seperti bambu juga melimpah dan dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari bahan bangunan hingga kerajinan tangan yang memiliki nilai ekonomi.

2. Pertanian Sistem Agroforestri Untuk menjaga stabilitas tanah sekaligus mendapatkan hasil, warga menerapkan sistem pertanian agroforestri, yakni menanam berbagai jenis tanaman dalam satu lahan. Tanaman keras seperti cengkih dan kopi ditanam berselingan dengan pohon-pohon pelindung. Di sela-selanya, warga juga menanam komoditas seperti kapulaga atau tanaman umbi-umbian. Sistem ini tidak hanya memberikan keragaman sumber pendapatan, tetapi juga berfungsi sebagai upaya konservasi lahan secara alami, karena perakaran yang berbeda-beda membantu mengikat struktur tanah.

Mitigasi Bencana sebagai Nadi Kehidupan

Ancaman terbesar di Desa Condong ialah bencana gerakan tanah atau tanah longsor. Hampir setiap musim penghujan, terutama dengan curah hujan tinggi, kewaspadaan seluruh warga ditingkatkan ke level tertinggi. Menyadari risiko ini, mitigasi bencana bukan lagi sekadar program, melainkan telah menjadi bagian dari cara hidup. Desa Condong merupakan salah satu lokus utama implementasi program Desa Tangguh Bencana (Destana) yang diinisiasi oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Implementasi program Destana diwujudkan dalam beberapa aksi nyata:

  • Edukasi dan Kesiapsiagaan
    Secara rutin, diadakan sosialisasi bagi warga untuk mengenali tanda-tanda awal longsor, seperti munculnya retakan tanah, mata air baru, atau pohon yang miring. Peta-peta evakuasi dipasang di lokasi strategis dan jalur evakuasi ditentukan bersama.
  • Sistem Peringatan Dini (EWS)
    Dengan bantuan BPBD dan lembaga lainnya, di beberapa titik paling rawan telah dipasang alat Early Warning System (EWS) sederhana. Alat ini akan mengeluarkan bunyi sirene jika terjadi pergerakan tanah signifikan, memberikan waktu berharga bagi warga untuk menyelamatkan diri.
  • Mitigasi Vegetatif dan Struktural
    Warga didorong untuk menanam tanaman dengan perakaran kuat seperti rumput vetiver (akar wangi) di lereng-lereng yang curam. Di beberapa lokasi, dibangun pula talud atau bronjong sederhana secara gotong royong untuk menahan tebing.
  • Tim Siaga Bencana Desa (TSBD)
    Desa telah membentuk tim relawan yang terdiri dari para pemuda dan warga yang peduli. Tim ini dilatih untuk melakukan tindakan pertama saat bencana, seperti membantu evakuasi, membuka jalur komunikasi, dan mendirikan posko darurat.

"Kami tidak bisa mengubah kontur tanah warisan leluhur kami," ujar Lani, Kepala Desa Condong, dalam sebuah kesempatan. "Yang bisa kami lakukan adalah belajar untuk hidup cerdas dan waspada. Program Destana membantu kami mengubah rasa cemas menjadi kesiapsiagaan yang terorganisir."

Pemerintahan Desa dan Kekuatan Gotong Royong

Pemerintah Desa Condong memposisikan diri sebagai koordinator dan fasilitator utama dalam upaya mitigasi bencana. Mereka menjembatani komunikasi antara masyarakat dengan lembaga-lembaga pemerintah seperti BPBD, Dinas Pertanian, dan Dinas Lingkungan Hidup. Alokasi Dana Desa pun sebagian diprioritaskan untuk mendukung program-program kesiapsiagaan, seperti pengadaan peralatan ringan untuk tim relawan atau pemeliharaan jalur evakuasi.

Namun, motor penggerak sesungguhnya dari semua ini ialah partisipasi dan semangat gotong royong masyarakat. Seluruh kegiatan, mulai dari pemasangan EWS, penanaman vetiver, hingga simulasi evakuasi, dilakukan dengan kerja bakti. Rasa senasib sepenanggungan sebagai komunitas yang hidup di bawah ancaman yang sama telah melahirkan modal sosial yang sangat kuat. Struktur pemerintahan yang terbagi dalam 3 dusun, 6 RW, dan 21 RT memastikan bahwa informasi dan komando dapat berjalan efektif hingga ke unit masyarakat terkecil.

Dari Kerawanan Menuju Ketangguhan Berkelanjutan

Desa Condong adalah sebuah laboratorium alam dan sosial yang menunjukkan bagaimana sebuah komunitas dapat beradaptasi secara luar biasa terhadap lingkungan yang menantang. Desa ini telah menempuh perjalanan dari sekadar dilabeli sebagai `daerah rawan bencana` menjadi sebuah `komunitas tangguh bencana`. Keberhasilan ini tidak diukur dari seberapa besar infrastruktur yang dibangun, melainkan dari seberapa tinggi tingkat kesadaran dan kesiapsiagaan warganya.

Masa depan Desa Condong akan bergantung pada konsistensi dalam menjaga semangat ini. Tantangannya ialah memastikan regenerasi relawan, memelihara infrastruktur mitigasi yang ada, dan terus mencari inovasi dalam pertanian konservasi yang dapat memberikan manfaat ekonomi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Dengan fondasi ketangguhan yang telah dibangun, Desa Condong tidak hanya berjuang untuk selamat, tetapi juga untuk hidup sejahtera dan berkelanjutan di atas lereng-lereng yang mereka cintai.